Agroforestri : Sistem Agrosilvopastura
LAPORAN
RESMI PRAKTIKUM AGROFORESTRI
“SISTEM AGROSILVOPASTURA DI DUSUN URUNG – URUNG, DESA JATI JEJER, KECAMATAN TRAWAS, JAWA TIMUR”
Disusun Oleh :
KELOMPOK 9 / KELAS C
PROGRAM
STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAWA TIMUR
SURABAYA
2021
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Agroforestri adalah sistem penggunaan lahan (usahatani) yang
mengkombinasikan pepohonan dengan tanaman pertanian untuk meningkatkan
keuntungan, baik secara ekonomis maupun lingkungan.Agroforestri diharapkan
bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah
terdegradasi, melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu
pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur. Kelebihan
sistem ini bukan hanya dapat menghasilkan bahan pangan, tetapi juga dapat
mengurangi biaya pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman yang memang sangat
mahal. Kondisi hutan di Indonesia saat ini sangatlah
memperhatikan, karena terus mengalami penyusutan setiap
tahunnya. Setiap tahun terjadi penyusutan hutan, apalagi di tambah
dengan adanya penebangan liar atau illegal logging karena aktivitasnya yang
tidak sah.
Apabila keadaan seperti ini terus terjadi, maka kawasan hutan akan
rusak dan habitatnyaakan terganggu, tentunya kita semua tidak ingin itu
terjadi. Penyebab lain yaitu kerusakan illegal logging, kerusakan
hutan juga di sebabkan oleh lemahnya pemantapan hutan yang di tandai dengan
buruknya pengelolaan sumber daya hutan dan terjadinya alih fungsi lahan hutan
serta pemerintah juga belum tegas menentukan areal hutan mana yang harus di
alih fungsikan. Untuk mencegah hal tersebut maka dilakukan pemanfaatan
hutan karena hutan merupakan salah satu bagian yang paling penting dalam
tatanan lingkungan dibumi ini. Hutan memiliki banyak fungsi yang sangat
penting dan berguna bagi keberlanjutan kehidupan manusia.
Pemanfaatan hutan yaitu dengan sistem agroforestri. Agroforestri
dikembangkan untuk memberi manfaat kepada manusia atau meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, mengubah hutan dengan cara agroforestri berarti
menanam pepohonan di lahan pertanian. Tetapi masalah yang dihadapi saat
ini, dalam pengelolaan kawasan hutan yaitu masih rendanya pengetahuan dan
keterampilan masyarakat atau petani dalam mengelola kawasan hutan,melihat
rendahnya proses pengelolaan hutan, maka kami sebagai Mahasiswa melakukan
pengamatan tentang bio-fisik dan cara klasifikasi agroforestri agar mengetahui
bagaimana tingkat proses pengelolaan masyarakat dalam menerapkan system agroforestry
pada kehidupan sehari-harinya.
1.2 Tujuan
Tujuan dari praktikum
Agroforestri yaitu :
1. Untuk mengetahui sistem
agroforestri yang dikembangkan di Dusun Urung – Urung, Desa Jati Jejer, Kecamatan
Trawas, Jawa Timur
2. Untuk mengenali beberapa sistem
agroforestry yang diterapkan Dusun
Urung – Urung, Desa Jati Jejer, Kecamatan Trawas, Jawa Timur dengan sistem agrosilvopastura
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Agroforestri
Agroforestry merupakan pemanfaatan lahan secara optimal dan lestari
dengan cara mengkombinasikan kegiatan kehutanan dan pertanian pada unit
pengelolaan lahan yang sama dengan memperhatikan kondisi lingkungan fisik,
sosial ekonomi dan budaya masyarakat yang berperan serta. Setiana (2012)
meyatakan bahwa dengan peran serta masyarakat desa sekitar hutan diharapkan
dapat berperan aktif dalam usaha penyelamatan dan kelestarian lahan di hutan.
Masyarakat menanam lahan dengan berbagai jenis tanaman dengan
menggunakan sistem agroforestri. Jenis tanaman kehutanan yang diusahakan
misalnya: jati, mahoni, sengon, suren, gaharu, lamtoro dan lain-lain. Di bawah
tegakan tanaman hutan ini ditanami dengan aneka macam tanaman perkebunan
seperti: kelapa, kakau, melinjo, nangka, sukun, durian, pisang, salak, mangga,
rambutan dan lain-lain. Disamping itu di bawah tegakan pohon-pohonan tersebut
masih bisa diusahakan tanaman semusim berupa polowijo, empon-empon dan
hortikultura (Markantia, 2010).
Agroforestri adalah istilah kolektif untuk sistem-sistem dan
teknologi-teknologi penggunaan lahan, yang secara terencana dilaksanakan pada
satu unit lahan dengan mengkombinasikan tumbuhan berkayu (pohon, perdu, palem,
bambu dll.) dengan tanaman pertanian dan/atau hewan (ternak) dan/atau ikan,
yang dilakukan pada waktu yang bersamaan atau bergiliran sehingga terbentuk
interaksi ekologis dan ekonomis antar berbagai komponen yang ada (Priyo dan
Nurainun, 2010)
2.2 Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems)
Agrosilvopastura (Agrosilvopastural systems) yaitu sistem pengelolaan
lahan yang memiliki tiga fungsi produksi sekaligus, antara lain sebagai
penghasil kayu, penyedia tanaman pangan dan juga padang pengembalaan untuk
memelihara ternak. Ketiga fungsi tersebut bisa maksimal jika lahan yang
dikelola memiliki luasan yang cukup. Bila terlalu sempit maka akan timbul
kompetisi negatif antar komponen penyusun (Fidi Mahendra, 2009).
Pengkombinasian dalam agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk
mengoptimalkan fungsi produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu/kehutanan)
kepada manusia/masyarakat (to serve people) (Mustofa Agung Sardjono, Djogo dan
Arifin,H.S, 2003)
2.3 Komoditas
2.3.1 Tanaman Sengon
Dalam bahasa latin,
tanaman sengon dikenal dengan nama Falcataria moluccana, masuk dalam famili
Fabaceae.Nama sengon sempat berganti-ganti dalam kurun waktu sekitar dua puluh
tahun, mengikuti kajian para taksonom, yaitu Albizia falcataria, berganti
menjadi Paraserianthes falcataria L.
Kingdom :
Plantae
Super divisi :
Spermatophyta,
Divisi :
Magnoliophyta,
Kelas :
Magnoliopsida
Sub Kelas :
Rosidae
Ordo :
Fabales
Famili :
Fabaceae
Genus :
Paraserianthes
Spesies :
Paraserianthes falcataria L. (Corriyanti dan Novitasari, 2015).
Sengon memiliki akar
tunggang yang cukup kuat menembus kedalam tanah. Akar rambutnya tidak terlalu
besar, tidak rumbun atau semrawut dan tidak menonjol kepermukaan tanah. Akar
ini justru dimanfaatkan oleh pohon induknya untuk menyimpan zat nitrogen,
sehingga sekitar pohon sengon menjadi subur (Krisnawati dkk, 2011). Pohon
sengon memiliki kulit licin, berwarna abu-abu, atau kehijau-hijauan dengan
diameter lebih dari 60 cm dan tinggi cabang 10-30 m. Batang tidak berbanir,
kulit licin, berwarna kelabu muda, bulat agak lurus. Pada umur 1 tahun dapat
mencapai tinggi 7 m dan diameter pohon dewasa bisa mencapai 100 cm atau lebih
(Corriyanti dan Novitasari, 2015).
Pohon sengon memiliki
daun majemuk dengan panjang bisa mencapai 40 cm. Anak daun daunnya kecil-kecil,
banyak dan berpasangan, terdiri dari 15-20 pasang pada setiap sumbu (tangkai),
berbentuk lonjong (panjang 6-12 mm, lebar 3-5 mm) dan pendek kearah ujung
(Mulyana dan Asmarahman, 2012). Bunga berkelamin ganda, kelopak, dan mahkota
bunga berbentuk lonceng dan memiliki benang sari yang banyak serta kepala sari
sangat kecil. Pohon sengon mulai berbunga sejak umur 3 tahun. Buah polong
sengon matang sekitar 2 bulan setelah pembungaan dan ketika matang, polong
terbuka dan biji akan terpancar ke atas tanah (Krisnawati dkk, 2011)
Tanaman sengon
biasanya berbunga pada bulan Maret-Juni dan Oktober-Desember, namun pola ini
dapat berubah karena pengaruh iklim. Dengan panjang sekitar 6-12 cm, berbentuk
polong, retak di sepanjang kedua sisinya, pipih, tipis, berwarna hijau ketika
masih muda dan berubah warna kuning sampai coklat kehitaman jika sudah tua.
Setiap polong buah bersisi 15-30 biji (Corriyanti dan Novitasari, 2015). Biji
sengon berbentuk pipih dengan kulit tebal, tidak bersayap, tanpa endosperma
dengan lebar 3-4 mm dan panjang 6-7 mm. Pada bagian tengah terdapat garis
melingkar berwarna hijau dan cokelat. Jumlah biji kering per kilogram berkisar
38.000-40.000 butir (Mulyana dan Asmarahman, 2012).
2.3.1 Tanaman Pisang
Pisang (Musa spp.)
merupakan tanaman yang berasal dari Asia Tenggara dan kini sudah tersebar luas
ke seluruh dunia termasuk Indonesia (Prihatman, 2000). Tanaman ini kemudian
menyebar ke Afrika (Madagaskar), Amerika Selatan dan Amerika Tengah (Rabani,
2009). Kedudukan tanaman pisang dalam sistematika (taksonomi) tumbuhan adalah sebagai
berikut.
Divisi :
Spermatophyta
Sub Devisi : Angiospermae
Kelas :
Monocotyledonae
Famili : Musaceae
Genus : Musa
Spesies : Musa paradisiaca L.
(Tjitrosoepomo, 2000)
Tanaman pisang
termasuk dalam golongan monokotil tahunan, pohon yang tersusun atas batang
semu. Batang semu ini merupakan tumpukan pelepah daun yang tersusun secara
rapat teratur. Pisang dikembangbiakan dengan cara vegetatif. Percabangan
tanaman bertipe simpodial dengan meristem ujung memanjang dan membentuk bunga
lalu buah. Bagian bawah batang pisang menggembung berupa umbi yang disebut
bonggol. Pucuk lateral (sucker) muncul dari kuncup pada bonggol yang
selanjutnya tumbuh menjadi tanaman pisang. Buah pisang umumnya tidak berbiji
atau bersifat partenokarpi. Variasi dalam kultivar pisang, diantaranya dari
warna buah, warna batang, bentuk daun, bentuk buah dan masih banyak lagi
karakter yang membedakan diantara kultivar pisang (Candra, 2003).
2.4 Peternakan Ayam Broiler
2.4.1 Ayam Broiler
Broiler merupakan
ternak yang efisien dalam menghasilkan daging, namun disisi lain biaya dari
faktor-faktor produksi usaha ayam pedaging ini relatif tinggi hampir 80% untuk
biaya produksinya dari total penerimaan peternak sehingga penggunaan faktor
faktor produksi harus efisien. Disamping biaya yang harus dikeluarkan tidak
sedikit, kapasitas pemeliharaan serta ditambah lagi harga daging yang
fluktuatif dipasaran merupakan kendala dalam memperoleh keuntungan yang
maksimal (Abidin, 2002). Jangka 4-5 minggu untuk menghasilkan bobot 1900-2100
gram per ekor dan secara umum dapat memenuhi selera konsumen dan masyarakat
(Astuti DKK, 2013).
Ayam broiler salah
satu jenis ayam yang efisien dalam menghasilkan daging atau ayam yang berpotensi
besar untuk tumbuh secara cepat dan efisien dalam mengubah pakan menjadi
daging, secara genetis ayam broiler sengaja diciptakan sedemikian rupa sehingga
dalam waktu yang relatif singkat dapat segera dimanfaatkan hasilnya (Murtidjo,
1992).
2.4.2 Tata Laksana Pemeliharaan Ayam Broiler
Tata laksana
pemeliharaan ayam broiler dapat dilakukan dengan dua cara yaitu, dengan
pemeliharaan kandang berpindah dan pemeliharaan kandang tetap. Fase
pemeliharaan yaitu, fase starter dan fase finisher. Fase starter dimulai sejak
minggu pertama sampai akhir minggu keempat. Fase finisher dimulai sejak awal
minggu kelima sampai ayam siap dijual (Abidin, 2002). Aspek teknis pemeliharaan
ayam pedaging meliputi: bibit, pakan, atau ransum, perkandangan, pencegahan
penyakit dan pemasaran. Menurut Rasyaf (2002) hal tersebut sangat diperlukan
agar ayam pedaging dapat menjalakan fungsinya sebagai “alat produksi” yang
efisien dan menghasilkan keuntungan bagi peternaknya.
2.4.3 Usaha Pembibitan Ayam Broiler
Usaha pembibitan ayam
broiler merupakan salah satu usaha yang terus berkembang dari waktu ke waktu,
sejalan dengan perkembangan dan permintaan DOC dan tingkat kebutuhan daging
ayam broiler. Bibit yang baik mempunyai ciri yang sehat dan aktif bergerak,
tubuh gemuk (bentuk tubuh bulat), bulu bersih dan kelihatan mengkilat, hidung
bersih, mata tajam dan bersih serta lubang kotoran (anus) bersih (Fadilah,
2007).
Keberhasilan suatu
usaha pembibitan ayam broiler tidak terlepas dari segitiga piramida peternakan
yaitu pakan, manajemen dan genetik (bibit). Faktor bibit memiliki pengaruh
sekitar 30% dalam usaha peternakan karena dengan pakan kualitas baik dan
manajemen baik tetapi bibitnya jelek maka hasil panen tidak akan maksimal.
Kualitas bibit yang dipelihara harus yang terbaik, karena performa yang jelek
bukan saja di pengaruhi oleh faktor pemeliharaan tetapi juga oleh kualitas DOC
pada saat diterima (Suprijatna et al, 2005).
2.5 Pola Tanam Agroforestri
Sistem yang digunakan agroforestri memiliki pola-pola (pattern) tertentu
dalam mengkombinasikan komponen tanaman penyusunnya satu ruang dan waktu. Pola
ini dibentuk agar tidak terjadi interaksi negatif antar komponen penyusun.
Interaksi engatif yang terjadi bisa berupa kompetisi yang tidak sehat dalam
memperebutkan unsur hara, cahaya matahari, air serta ruang tumbuh. Akibat dari
kompetisi tersebut adalah salah satu tanaman bisa tertekan bahkan mati karena
pengaruh tanaman lainnya. Tajuk pohon yang terlalu lebat menyebabkan cahaya
matahari tidak sampai ke strata di bawahnya yang merupakan tempat tumbuh
tanaman pertanian sehingga terjadi perbutan unsur hara (nutrisi) yang akhirnya
merugikan tanaman pertanian (Ida Rosita. 2012).
Vegara (1982 a) mengklasifikasikan pola tanaman agroforestri dalam
beberapa bentuk, antara lain:
1. Tress
along border, yaitu pola penanaman pohon di bagian pinggr lahan dan tanaman
pertanan berada di bagian tengah pohon-pohon yang ditanaman mengelilingi lahan,
biasanya difungsikan sebagai pagar ataupun pembatas lahan.
2. Alternate
rows, yaitu model penanaman agroforestri yang menempatkan pohon dan tanaman
pertanian secara berselang-seling.
3. Alley
cropping, yaitu pola penanaman agroforestri yang menempatkan pohon di pinggir
kan dan kiri tanaman pertanian. Pola ini memiliki beberrapa keuntungan,
diantaranya menghasilkan mulsa dan fiksasi nitrogen oleh tanaman sehingga
produktivitas lebih meningkat menghasilkan kayu dan pakan ternak, melindungi
tanaman dari pengaruh angin kencang dan cahaya berlebih, serta keuntungan aspek
konservasi tanah.
4. Random
mixture, yaitu pola penanaman acak dimana antara tanaman pertanian dan pohon
ditanam tidak teratur.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Waktu dan Tempat
Praktikum Agroforestri survey lahan dilaksanakan pada hari Minggu, 27 Maret 2021 di Lahan milik Bu Lama yang berlokasi di Dusun Urung – Urung, Desa Jati Jejer, Kecamatan
Trawas, Jawa Timur pada Minggu, 27 Maret 2021 dan Juma’t, 02 April 2021 –
sekarang pukul 15.00 – 16.30 WIB di rumah masing – masing.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1 Alat
a. Kamera
b. Handphone
3.2.2 Bahan
a. Alat
Tulis
3.3 Cara Kerja
- Mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan untuk melakukan wawancara ke petani
- Mencari lokasi yang cocok dengan kategori
sistem agroforestry dengan tipe agrosilvopastura
- Melakukan wawancara secara langsung dengan
petani
- Mencatat dan merekam hasil wawancara
dengan petani
- Mendokumentasikan lahan petani
- Mempresentasikan dan melaporkan hasil
survey dan wawancara dengan petani
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1
Tabel Lokasi Wawancara
Nama Petani |
Bu Lama |
Lokasi |
Dusun Urung – Urung, Desa Jatijejer, Kecamatan
Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur. |
Luas Lahan |
1000m2 |
Komoditas |
Pisang dan Sengon Laut |
Peternakan |
Ayam (Varietas Broiler) |
Sistem |
Agrosilvopastura |
Hama / Penyakit Pada Tanaman dan Hewan |
·
Tanaman Sengon : Hama yang
menyerang yaitu bajing/tupai. Penyakit yang menyerang yaitu karat puru ·
Tanaman Pisang : - ·
Ayam : terkena penyakit gemboro,
koksi, MD, Koli (cirinya badannya menghitam). |
Keuntungan |
·
Sengon : Untuk lahan 1000m
dilakukan penanaman 300 pohon. Hasil penjualan (perkiraan bisa 200/300 pohon)
= 24jt ·
Pisang : Dikonsumsi sendiri atau dijual pada orng yg ada hajatan
dengan harga 15rb pertandan ·
Peternakan
Ayam : Jika kondisi ayam yang dipanen bagus, akan
mendapatkan keuntungan sebesar 19/17 juta. Tetapi jika kondisi ayam yang dipanen
kurang bagus, maka keuntungan yang diperoleh sebesar 10 juta saja |
Tabel
4.2 Tabel Klasifikasi Agroforestri
Kategori (Dasar
Dari Sturktur Dan Fungsi) |
Kelompok
Sistem (Menurut
Penyebaran dan Pengelolaannya) |
|||
Struktur (Sifat,
Dan Susunan, Terutama Tanaman Berkayu) |
Fungsi (Peranan
Atau Output Komponen, Terutama Tanaman Berkayu) |
Adaptasi
Lingkungan Agro-Ekologi |
Sosio-Ekonomi
dan Tingkat Pengelolaan |
|
Sifat
Komponen |
Susunan Komponen |
|||
· Agrosilvopastura
(Gabungan Antara tanaman berkayu, non- kayu dan ternak) · Tanaman
berkayu : Tanaman Sengon · Tanaman
non-kayu : Pisang · Hewan
ternak : Ayam Jenis Broiler
|
Dalam Ruang (Spatial) · Termasuk
pola campuran padat. Letak komponen berkayu maupun non kayu acak dan jarak
yang berdekatan
Dalam Waktu
(temporal) · Termasuk
kedalam tipe “Coincident” karena pohon sengon digunakan sebagai naungan
bagi tanaman pisang dan hewan ternak ayam
|
Fungsi Produksi:
· Tanaman
pisang dapat dimanfaatkan buahnya untuk dikonsumsi · Pohon
sengon dapat dimanfaatkan batangnya untuk membuat beberapa furniture atau
kerajinan yang lainnya
Fungsi
Proteksi: · Tanaman
berkayu seperti sengon digunakan untuk naungan bagi tanaman pisang dan hewan
ternak ayam · Sebagai
penghalang angin
|
Sistem untuk :
· Lahan Kering Tropika Basah
|
Basis
Tingkat Masukan Teknologi : · Masukan
tinggi, karena setiap komponen memiliki nilai jual masing – masing. Hasil
kayu tanaman sengon jika dijual memiliki nilai jual yang tinggi · Hasil
buah pisang bisa dijual atau dikonsumsi sendiri · Hasil
ternak ayam juga akan memiliki keuntungan
Basis
Keuntungan : · Komersial
|
Tabel
4.3 Tabel Ruang Lingkup Agrosilvopastura
Praktek Agroforestry |
Deskripsi Singkat (Susunan
Komponen) |
Kumpulan Utama Komponen (w : tan. berkayu; h : herba; f :
pakan rumput; a : hewan) |
Tipe Utama Interaksi Komponen Dalam
Ruang (s) / Waktu (t) |
Peran Pokok Komponen Tanaman
Berkayu (Prt : Proteksi; Prd : Produksi) |
Adaptasi Agroekologi |
1 |
2 |
3 |
4 |
5 |
6 |
Agrosilvopastura ”Multipurpose Trees on Crop Lands” (Tan, pohon multifmulti guna
dalam lahan pertanian)
|
Tanaman
tersebar sembarangan atau menurut pola yang agak simetrispada gulud, teras
atau petak, batas ladang
|
w : tan. pohon sengon yang multi guna bagi lahan
pertaian h : tan. pertanian yg digunakan yaitu pisang a : ternak ayam disamping lahan pertanian
|
S
: Komponen tanaman
ditanam campuran jarang
dan letaknya acak T : penyisipan
|
Prd : hasil
produksi dari tanaman pisang dapat dijual atau dikonsumsi sendiri. Sedangkan
tanaman sengon, pada bagian batangnya bisa dijual dengan nilai jual tinggi Prt : pohon sengon sebagai
naungan bagi kandang ayam dan lahan pertanian
|
Pada semua daerah ekologi,
contohnya : pada pertanian subsisten; juga umumnya berintegrasi dengan hewan
|
Agroforestry merupakan
suatu sistem pengelolaan tanaman hutan (perennial) yang dikombinasikan dengan
pertanian atau disebut juga sistem wanatani. Sebenarnya banyak definisi
mengenai agroforestry, yang satu sama lain tidak berbeda secara substansi.
Banyak definisi dari agroforestry yang sering digunakan dalam dunia
pengetahuan. International Council for Research in Agroforestry (ICRAF)
mendefinisikan agroforestry sebagai suatu sistem pengelolaan lahan yang
berazaskan kelestarian, untuk meningkatkan hasil lahan secara keseluruhan,
melalui kombinasi produksi (termasuk tanaman pohon-pohonan) dan tanaman hutan
dan atau hewan secara bersamaan atau berurutan pada unit lahan yang sama, dan
menerapkan cara – cara pengelolaan yang sesuai dengan kebudayaan penduduk setempat
(Widiyanto, 2013).
Sistem agrosilvopastura adalah pengombinasian
komponen berkayu (kehutanan) dengan pertanian (semusim) dan sekaligus peternakan/binatang pada unit
manajemen lahan yang sama.Tegakan hutan alam bukan merupakan sistem agrosilvopastura,
walaupun ketiga komponen pendukungnya juga bisa dijumpai dalam ekosistem yang dimaksud. Pengombinasian dalam
agrosilvopastura dilakukan secara terencana untuk mengoptimalkan fungsi
produksi dan jasa (khususnya komponen berkayu atau kehutanan) kepada manusia
atau masyarakat (to serve people). Kemungkinan bahwa kombinasi juga didukung
oleh permudaan alam dan satwa liar. Interaksi
komponen agroforestri secara alami mudah diidentifikasi.
Interaksi paling sederhana sebagai contoh adalah peranan tegakan sebagai
penyedia pakan satwa liar (misal buah-buahan untuk berbagai jenis burung), dan sebaliknya misalnya fungsi
satwa liar dapat membantu proses penyerbukan atau regenerasi tegakan, serta sumber protein
hewani bagi petani (Ma’ruf, 2017).
Pengamatan yang dilakukan berlokasikan di Dusun
Urung – Urung, DesaJatijejer, Kecamatan Trawas, Kabupaten Mojokerto, Jawa
Timur. Pemilik lahan bernama Bu Lama. Disekitar lahan pengamatan tidak ada
rumah hanya ada beberapa pohon dan sawah. Selain itu juga pemilik memiliki
peternakan disekitar lahan pertaniannya. Luas lahan milik Bu Lama yaitu 1000m2. Lahan Bu Lama menerapkan
sistem agroforestry, yaitu dengan adanya tanaman berkayu dan tanaman non kayu.
Tanaman non kayu yang ditanam oleh pemilik biasanya jagung. Tetapi saat
melakukan pengamatan dan wawancara langsung tanaman yang ditanam yaitu pisang.
Sedangkan tanaman yang berkayu yaitu pohon sengon. Selain itu juga, pemilik
melakukan kegiatan peternakan disamping lahan pertanian. Peternakan yang
dijalankan pemilik bekerja sama dengan mitra. Awalnya peternakan dilaksanakan
sendiri oleh pemilik, namun karena adanya kerugian maka pemilik tersebut melakukan
kerjasama dengan mitra.
Gambar 4.1 Pola Tanam Sistem Tiga Strata
Praktek Agroforestry yang digunakan yaitu
Agrosilvopastura dengan tanaman pohon multiguna dalam lahan pertanian. Tanaman
tersebar sembarangan atau menurut pola yang agak simetris pada lahan. Komponen utama yang
digunakan yaitu pohon sengon, pohon pisang dan peternakan ayam. Sesuai
pada gambar diatas menjelaskan lokasi pengamatan. Tanaman sengon merupakan
komoditas utama selain tanaman pisang dan peternakan. Pohon
sengon dikenal sebagai pohon yang pertumbuhannya tercepat di dunia. Sengon
merupakan tanaman pohon serbaguna, memiliki beragam manfaat dari semua bagian
pohonnya, mulai dari daun hingga perakarannya. Sengon menjadi salah satu pohon
alternative yang dapat diusahakan secara ekstensif untuk tujuan rehabilitasi
lahan-lahan marginal. Upaya pemerintah dalam merehabilitasi kritis meliputi
lahan pertanian dan lahan hutan akan dapat diatasi dengan penanaman sengon
secara tanaman rakyat atau dalam skala besar seperti tanaman industry.
Fungsi produksi dari
hasil tanaman sengon yaitu dari batangnya. Karakteristik kayu sengon sangat
sesuai dengan kebutuhan industry, karena ringan dan warnanya putih segar. Saat
ini sengon kayu olahan berupa papan dengan ukuran tertentu sebagai bahan pembuat
peti, papan penyekat, pengecoran semen dalam konstruksi, industry korek api,
pensil, bahan baku industry kertas pnlp, kayu lapis (plag wood), kayu
pertukangan (perabotan rumah tangga), kerajinan seni yang bernilai tinggi,
serta kayu bakar (Hardiatmi, S, 2010). Fungsi proteksi
tanaman sengon yaitu daun sengon merupakan familia mimosaceae merupakan pakan
ternak yang sangat baik, mengandung protein tinggi. Daun yang berguguran
menjadi pupuk hijau yang baik bagi tanah dan tanaman di sekitarnya. Tajuk pohon
yang rindang dimanfaatkan sebagai naungan di areal perkebunan dan wanatani (Hardiatmi, S, 2010).
Dalam melakukan budidaya
tanaman sengon terdapat juga kendala yang sering terjadi. Salah satunya yaitu
dengan adanya hama atau penyakit yang menyerang tanaman. Hama yang biasa
menyerang tanaman sengon yaitu bajing atau tupai. Gejala yang ditimbulkan yaitu
terdapat bekas gigitan pada batang tanaman sengon. Pengendalian yang dilakukan
oleh petani dengan ditembak. Pada pengendalian hama seperti bajing yang sudah
dilakukan petani sudah benar. Tetapi ada beberapa cara lain yang dapat membantu
pengendalian tersebut seperti melakukan perawatan kebun dengan membersihkan
tempat-tempat yang menjadi sarang bajing kelapa; pemanfaatan musuh alami
predator dari golongan karnivora seperti anjing, serigala, burung hantu, burung
elang dan ular; pengendalian secara mekanis yaitu pengendalian dengan
menggunakan alat perangkap, berburu, gropyokan dan umpan-umpan beracun; dan Pengendalian
secara kimia merupakan alternatif terakhir yaitu menggunakan rodentisida dan
kemosterilan sebagai bahan pemandul.
Penyakit yang menyerang
tanaman sengon yaitu karat puru. Penyakit karat puru yang disebabkan oleh
cendawan Uromycladium tepperianum
telah mengakibatkan kerusakan pada tanaman sengon sampai 90% dan dapat
menyebabkan kematian pohon (Rahayu et al., 2010). Karat puru dapat
menginfeksi tanaman sengon mulai dari pembibitan hingga tanaman sengon dewasa.
Gejala bengkak (gall) atau pembengkakan pada jaringan dijumpai pada tulang daun
dan tangkai daun, pucuk tanaman hingga yang paling parah bila telah menyerang
batang utama Ukuran, bentuk dan warna gall bervariasi tergantung bagian tanaman
yang terserang dan umur gall. Warna gall pada awalnya hijau kemudian berangsur-angsur
berubah menjadi coklat yang mengindikasikan spora-spora dari cendawan
Uromycladium tepperianum (Basidiomycetes: Uredinales) yang melimpah dan siap
dilepaskan (Septiadi et al., 2019). Hasil panen dari tanaman
sengon di lahan milik Bu Lama dengan penanaman bibit
sebanyak 300 pohon dengan hasil jual jika dalam keadaan bagus bisa 300 pohon
yang bisa dijual. Tetapi jika
kondisi hasil panennya kurang bagus biasanya terjual 200 pohon saja. Keuntungan yang diperoleh untuk hasil panen
tanaman sengon yaitu sebesar 24 juta setiap kali panen.
Tanaman selanjutnya yaitu tanaman pisang. Tanaman pisang disini tidak
terlalu diperhatikan oleh pemilik. Dalam perawatannya pun kurang diperhatikan
juga. Tetapi untuk melakukan pemupukan, pemilik selalu memberi pupuk. Pupuk
yang digunakan yaitu dari kotoran ayam. Hasil panen dari tanaman pisang hanya dikonsumsi
sendiri atau bisa juga dijual jika ada tetangga yang membutuhkan. Biasanya jika
dijual pada tetangga yang sedang membutuhkan yaitu dengan harga 15 ribu pertandan.
Hasil panen dari tanaman sengon dengan penanaman bibit sebanyak 300 pohon
dengan hasil jual kalua dalam keadaan bagus bisa 300/200 pohon. Dengan
keuntungan yang diperoleh 24 juta.
Sistem agrosilvopastura yang diterapkan selain komoditas sengon dan
pisang, pemilik juga mempunyai peternakan ayam yang berada didekat lahan
pertaniannya. Peternakan ini dijalankan oleh pemilih sudah 10 tahun. Pemilik
mendirikan peternakan ini dengan bekerjasama dengan mitra. Semua kebutuhan
disiapkan oleh mitra, pemilik tinggal menjalankan dan hasilnya panennya dibagi
hasil antara mitra dan pemilik. Varietas ayam yang digunakan yaitu ayam broiler.
Bibit atau DOC dari MG Platinum umur 1 hari setelah menetas. Pakan ayam
diperoleh dari mitra. Pemilik hanya menyediakan tempat, sekam, elpiji dan lampu
saja, sisanya dari mitra. Pemilik mendapatkan bibit atau DOC sebanyak 3000
ekor. Umur ayam pada saat melakukan wawancara yaitu berumur 13 hari. Pakan yang
dibutuhkan untuk 3 ribu ekor ayam yaitu jika ditotal selama 2 minggu membutuhkan
30 sak pakan. Untuk 1 hari membutuhkan 2,5 sak pakan.
Hasil panen dari ayam kadang ada yang kurang bagus
sehingga berpengaruh pada hasil produksinya. Ayam sering terserang penyakit
seperti gemboro. Penyakit gemboro menyerang pada ayam saat
berumur 14 – 25 hari. Selain itu kadang terkena penyakit koksi, MD, Koli
(cirinya badannya menghitam). Hasil panen akan diambil oleh mitra secara
langsung. Jika hasil panennya bagus akan mendapatkan keuntungan 19 jt. Umur
ayam yang siap panen yaitu umur 36 hari. Pada saat melakukan wawancara pemilik
mengatakan bahwa hasil panen juga menyesuaikan dengan mitra. Hasil untuk 3000
ekor dari mitra diharuskan yaitu 6 ton. Jika hasil ayamnya bagus bisa
mendapatkan 6 ton 5 kwintal. Sisa tersebut dikembalikan ke petani yang
digunakan sebagai untung bagi peternak. Hasil lain dari kegiatan agroforestry seperti pada kotoran ayam yang
diperoleh dari peternakan selain digunakan untuk pemupukan tanaman sengon dan
pisang, kotpran ayam tersebut bisa ditukar dengan sekam yang berkualitas bagus.
Kotoran ayam tersebut dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk bahan baku
pembuatan batu bata.
Adapun kelebihan yang didapatkan dalam penerapan agroforestry ini yaitu modal dan
biaya yang lebih efisien sehingga mampu meningkatkan atau mempertahankan
produktifitas lahan melalui siklus unsur hara dan perlindungan tanah; meningkatkan
nilai output pada suatu area lahan tertentu melalui penanaman campuran pohon
dan spesies lainnya berdasarkan ruang atau urutan waktu; menyediakan penerapan
produktif untuk lahan, tenaga kerja atau modal yang belum dimanfaatkan; dan menciptakan
persediaan modal untuk memenuhi biaya-biaya yang tidak tentu atau
kemungkinan-kemungkinan yang tidak terduga.
Penerapan agroforestry dengan sistem ini ada juga kekurangannya yaitu pengurangan hasil tanaman
pokok karena pohon-pohon bersaing dalam penggunaan lahan. Kehadiran pohon
menekan hasil tanaman pertanian karena tajuk pohon yang menaungi, persaingan
akar, kompetisi unsur hara, cahaya air dan interaksi allelopathy; periode produksi pohon-pohon yang relative panjang
menunda pendapatan diluar batas kemampuan petani-petani miskin dan menigkatkan
risiko – risiko yang berkaitan dengan hal tersebut terhadap petani-petani
miskin tersebut
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum
Agroforestri dengan menggunakan sistem “Agrosilvopastura” yaitu :
1. Mahasiswa dapat mengetahui setiap komponen
pada sistem agrosilvopastura. Selain itu juga mengetahui peranan dan fungsi
setiap komponen yang ada
2. Sistem agrosilvopastura menerapkan komoditas sengon laut, pisang dan peternakan ayam yang dijalankan secara bersamaan
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Z. 2002. Meningkatkan Produktivitas Ayam Ras Pedaging. Agromedia Pustaka. Jakarta.
Astuti, N.P.S.M., D.U. Hari dan A.N. Bambang
2013. Analisis Kinerja Finansial Usaha Peternakan
Broiler Skala Kecil dan Menengah pada Kemitraan “Pt.Sinar Sarana Sentosa”
Kabupaten Malang. Jurnal Peternakan,
2 (1) : 1-8.
Candra, I. 2003. Pengaruh Jenis Pisang dan Jenis Gula Terhadap Mutu Madu Buah Pisang.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor
Corryanti dan Novitasari, D. 2015. Sengon dan Penyakit Karat Tumor.
Puslitbang Perum Perhutani. Cepu.
Fadilah, R., Iswandari, A. Polana. 2007. Beternak Unggas Bebas Flu Burung.
Agromedia Pustaka, Jakarta.
Fidi Mahendra. 2009. Sistem Agroforestri dan Aplikasinya. Graha Ilmu, Yogyakarta.
Hardiatmi, S, J. . (2010). Investasi Tanaman Kayu Sengon
Dalam Wanatani Cukup Menjanjikan Jm. Innofarm: Jurnal Inovasi Pertanian,
9(2), 17–21.
Ida Rosita. 2012. Pertumbuhan Gmelina (Gmelina arborea roxb) Pada Beberapa Pola
Agroforestri di Desa Sekarwangi, Kecamatan Malangbong, Kabupaten Garut.
Skripsi. Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Krisnawati H., E. Varis, M. kallio dan
M.Kannien. 2011. Paraserianthes
falcataria L. Nielsen Ekologi, Silvikultur dan Produktivitas. Bogor: CIFOR
(Center for International Foresty Reseacrch).
Ma’ruf, A. (2017). Agrosilvopastura Sebagai Sistem Pertanian
Terencana Menuju Pertanian Berkelanjutan. Bernas, 13(1), 81–90.
Markantia, Z. 2010. Keanekaragaman Makrofauna Tanah Pada Berbagai Pola Agroforestri Lahan Miring Di Kabupaten Wonogiri, Jawa
Tengah. Jurusan Biologi Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam
Universitas Sebelas Maret Surakarta. Skripsi 25 Oktober 2010.
Mulyana, D & Ceng, Asmarahman. 2012. Untung Besar dari Bertanam Sengon.
Jakarta: PT. Agro Media Pustaka.
Murtidjo, B. A. 1992. Mengelola Ayam Buras. Kanisius, Yogyakarta.
Mustofa Agung Sardjono, Djogo, T dan
Arifin,H.S. 2003. Klasifikasi Pola
Kombinasi Komponen Agroforestri. World Agroforestry Center Southeast Asia.
Bogor.
Prihatman, K. 2000. Pisang (Musa spp.). BPP
Teknologi. Jakarta. 13 p.
Priyo, K, dan Nurainun, J. 2010. Analisis
Finansial Pengelolaan Agroforestri Dengan Pola Sengon
Kapulaga Di Desa Tirip, Kecamatan Wadaslintang, Kabupaten Wonosobo (Financial
Analysis of Agroforestry Management with Sengon Cardamom Pattern in Tirip
Village, Wadaslintang District, Wonosobo Regency). Jurnal Penelitian Sosial dan Ekonomi Kehutanan Vol. 7 No. 2 Juni
2010, Hal. 93 – 100
Rabani, B. 2009. Aplikasi Teknik Toping Pada Perbanyakan Benih Pisang (Musa paradisiaca L.) Dari Benih Anakan dan Kultur Jaringan.
Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahayu, S., Lee, S. S., & Shukor, N. A. A. (2010).
Uromycladium tepperianum, the gall rust fungus from Falcataria moluccana in
Malaysia and Indonesia. Mycoscience, 51(2), 149–153.
Rasyaf, M. 2002. Beternak Ayam Petelur. Penebar Swadaya. Jakarta.
Septiadi, A. P., Istiaji, B., Munif, A., Sk, L., Lh, Y., Mu,
A., & Buchori, A. (2019). Eksplorasi Agen Pengendali Hayati Karat Puru
Sengon ( Uromycladium tepperianum ) di Kabupaten Pekalongan ( Exploration for
Biological Control Agent of Sengon Gall Rust Disease ( Uromycladium tepperianum
) in Pekalongan ). Jurnal Pusat Inovasi Masyarakat, 1(November),
79–86.
Setiana, H. (2012). Strategi Pengembangan Kelembagaan Bidang Agroforestry Di Wilayah Bkph
Tanggung Kph Semarang. Masters thesis, Program Pascasarjana Undip.
Suprijatna, E. U, Atmomarsono. R,
Kartasudjana. 2005. Ilmu Dasar Ternak
Unggas. Penebar Swadaya, Jakarta.
Tjitrosoepomo, G. 2000. Morfologi Tumbuhan. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Vergara, N. T. 1982 a. New Directions in Agroforestry : The Potential of Tropical Legume Trees.
Sustaimed Outputs from Legume–tree Based Agroforestry Systems. Environment and
Policy Institute East West Centre Honolulu, Hawaii, 36 pp.
Widiyanto, A. (2013). Agroforestry dan Peranannya dalam
Mempertahankan Fungsi Hidrologi dan Konservasi. ResearchGate, December
2013, 1–12.
Komentar
Posting Komentar